Bob Sadino – Entrepreneur Nyentrik yang Sukses Tanpa Latar Wirausaha
Bambang Mustari Sadino, atau yang populer dengan sebutan Bob Sadino adalah seorang sosok yang dikenal nyentrik dan santai. Sosok pria yang sering berpakaian celana pendek serta kemeja lengan pendek tanpa jahitan di ujungnya ini kini telah tiada dan meninggalkan sejuta kenangan serta inspirasi bagi setiap orang. Secara resmi ia dikabarkan meninggal pada tanggal 19 Januari 2015 lalu setelah sebelumnya terbaring sakit karena infeksi saluran pernapasan kronis selama 2 minggu di rumah sakit. Kesehatannya mulai memburuk setelah setahun yang lalu isterinya Soelami Soejoed meninggal dunia.
Bob Sadino lahir di Tanjung Karang (sekarang Bandar Lampung) pada tanggal 9 Maret 1933, ia merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Ayahnya, Sadino adalah pria Solo yang merupakan guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, dan meninggal dunia saat ia berusia 19 tahun. Ia bekerja di luar negeri sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg. Kini ia dikenal sebagai seorang pengusaha Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia juga berhasil menjadi entrepreneur sukses yang memulai usahanya dari nol dan bukan berasal dari keluarga wirausaha. Terbukti ia telah menjadi pendiri dan pemilik tunggal supermarket Kem Chicks dan Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta.
Kisah kesuksesannya tidak serta merta terjadi tanpa hambatan dan kegagalan. Setelah memutuskan untuk kembali ke tanah air dari perantauannya selama 9 tahun di Amsterdam, Belanda dan Hamburgh, Jerman pada tahun 1958, ia pernah menjadi supir taksi. Hanya bermodal 2 mobil sedan Mercedes buatan tahun 1960 yang ia bawa dari Eropa, ia menjual salah satu mobilnya untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan dan satu lagi ia gunakan sebagai taksi di mana ia sendiri yang menjadi supirnya. Namun suatu ketika, mobil yang disewakannya mengalami tabrakan dan hancur. Merasa sudah tidak memiliki sumber penghasilan, Bob memutuskan untuk menjadi kuli bangunan yang diupah Rp100 per harinya. Padahal jika ia mau, isterinya Soelami Soejoed bisa saja menyelamatkan keadaan ekonomi keluarganya karena berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri. Namun Bob bersikeras bahwa ia adalah kepala keluarga yang harus mencari nafkah.
Suatu hari, Bob disarankan untuk memelihara ayam oleh temannya untuk melawan depresi yang dialaminya, dan iapun tertarik. Selama beternak ayam, ia sering memperhatikan kehidupan ayam-ayamnya. Ia berpikir, jika ayam saja bisa berjuang untuk hidup tentu saja manusia pun juga bisa. Ia dan isterinya menjual beberapa kilogram telur setiap minggunya, pelanggannya kebanyakan orang asing karena saat itu usahanya belum sepopuler sekarang di Indonesia. Selama itupula, ia sering mendapatkan makian dari para pelanggannya. Caci maki yang didapatkannya berhasil mengubah diri Bob dari pribadi yang feodal menjadi pelayan, ia terus memperbaiki pelayanannya terhadap pelanggan.
Meskipun telah berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chick, ia selalu tampil sederhana. Bahkan pasar swalayannya terus berkembang pesat, merambah ke bidang agribisnis khususnya holtikultura. Ia percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan, ia dan isterinya mengalami jungkir balik dalam berwirausaha. Baginya uang bukanlah yang nomor satu, melainkan kemauan, komitmen dan berani mencari dan menangkap peluang yang ada. “Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. Yang paling penting adalah tindakan,” ujar Bob.
Keberhasilannya tidak terlepas dari ketidaktahuannya dalam berwirausaha, sehingga ia banyak terjun langsung ke lapangan. Proses kesuksesannya berbeda dari kebanyakan orang yang sukses, mestinya dimulai dari ilmu, praktik lalu terampil dan professional. Menurutnya, banyak orang memulai sesuatu dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain. Namun bob selalu memperhatikan pelanggan dengan kemauannya dalam mendengarkan saran dan keluhan mereka. Kepuasan pelanggan tentu akan menciptakan kepuasan sendiri, Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggannya dengan sebaik-baiknya.
Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak ingin berwirausaha di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam, apalagi diakuinya bahwa bisnisnya ini lahir dari sebuah fantasi.