Derita Seorang Jefrin yang Menjadi Ayah di Usia 15 Tahun
Firstly Menjadi orang tua harus memiliki mental yang sangat kuat. Tidak bisa dilakukan oleh seorang remaja yang notabene punya mental yang tidak stabil. Namun, hal itulah yang baru saja dialami oleh bocah berusia 15 tahun bernama Jefrin Bayona.
Secondly Jefrin mengungkapkan betapa sulitnya harus mengasuh bayi di tengah-tengah kesibukannya menjalani pendidikan formal di sekolah. Remaja tersebut harus rela bangun di tengah malam karena bayinya yang bernama Estiven menangis dan rewel.
Menjadi ayah Di usia muda
Thirdly Jefrin mengatakan kalau pengalaman hari pertamanya menjadi seorang ayah adalah pengalaman mengerikan. Dia tidak membayangkan kalau dirinya bakal harus dibebani tugas berat mengasuh bayi di usia yang masih sangat muda. Di satu sisi, dia harus mendatangi dan menggendong Estiven untuk mendiamkannya. Di sisi lain, dia juga harus menyiapkan segala perlengkapan sekolahnya di pagi hari.
After that Kepada National Geographic, Jefrin mengatakan kekesalannya akibat suara tangisan Estiven. Karena tangisan tersebut, Jefrin mengatakan kalau dirinya tidak bisa tidur dengan nyenyak. “Dia membangunkan saya pukul 10 (malam), 12 (dini hari), serta 4 pagi,” ujarnya dengan nada kesal.
However Meski kesal, Jefrin tetap melaksanakan tanggung jawabnya menjadi seorang ayah. Dia meletakkan Estiven di stroller dan menaruhnya di ruang tamu. Dengan cara itu, Jefrin mengaku kalau dirinya akhirnya bisa mendiamkan Estiven.
Program Pendidikan Pencegahan Hamil di Usia Remaja
In other words Eitss, tunggu dulu. Kejadian yang dialami oleh Jefrin tersebut bukanlah pengalaman di dunia nyata. Jefrin merupakan salah satu murid SMP di Kolombia yang mengikuti program pencegahan kehamilan di usia muda yang dilaksanakan di sana.
Similarly Dengan adanya program ini, pemerintah berharap agar para remaja berpikir ulang kalau ingin melakukan hubungan seks di luar nikah. Apalagi, kalau sampai berujung pada kehamilan.
Above all Bayi Estiven yang diasuh oleh Jefrin juga bukan bayi asli. Estiven merupakan bayi robot yang secara khusus didesain memiliki kemampuan seperti bayi asli. Bayi itu punya kemampuan menangis dengan keras layaknya bayi manusia.
In addition Pelaksanaan program ini mengharuskan untuk setiap siswa berperan menjadi orang tua selama 48 jam. Hal ini tidak hanya berlaku bagi laki-laki, tapi juga perempuan. Hasilnya ternyata sangat efektif.
In conclusion Alexandra, salah satu siswi yang mengikuti program ini mengatakan kalau program ini memberinya pelajaran berharga. Dia tidak ingin hamil di usia muda. Dia masih ingin mengejar cita-cita jadi model. Kalau boleh memilih, dia ingin hamil di kisaran usia 25 atau 26 tahun.