Inilah Cara Pola Asuh Yang Menyebabkan Anak Menjadi LGBT
Saat ini, fenomena LGBT kian marak hampir di semua kalangan dari berbagai usia. Ternyata, pola asuh sangat berperan penting dalam mencegah anak-anak berperilaku menyimpang ini. Tahukah Anda pola asuh seperti apa saja yang menyebabkan anak menjadi LGBT? Berikut ulasannya menurut psikolog Elly Risman, MPsi:
Orangtua TIDAK PEDULI
Menurut psikolog kondang ini, salah satu penyebab anak menjadi LGBT adalah sikap orangtua yang acuh, cuek dan kurang peduli pada anak, bahkan mereka cenderung kurang ngeh terhadap anak-anak mereka khususnya anak laki-laki. Hal ini ternyata menyebabkan anak lemah dalam berpikir, memilih dan mengambil keputusan.
Hilangnya PERAN AYAH
Tak sedikit orangtua yang keliru dalam mengasuh anak laki-laki. Dalam beberapa penelitian, otak kiri laki-laki selalu lebih kuat dibanding otak kiri perempuan. Meskipun demikian, sambungan antara otak kanan dan otak kiri lebih baik pada wanita. Alhasil, otak lelaki lebih mudah fokus pada satu hal, sedangkan wanita cenderung memikirkan banyak hal dalam satu waktu.
Banyaknya kesalahan pola asuh terhadap anak laki-laki umumnya karena kurangnya kehadiran sosok Ayah dalam kehidupan mereka. Padahal, andil Ayah sangat dibutuhkan untuk mengembangkan otak kiri mereka. Sebisa mungkin luangkan lebih banyak waktu bercengkrama dengan anak-anak meskipun Ayah sibuk mencari nafkah di luar rumah.
Anak Lelaki Terlalu Banyak Berinteraksi Dengan Ibu
Saat sosok Ayah tidak hadir, maka yang mendidik anak lelaki sepenuhnya adalah sang Ibu. Contohnya saja ketika masih kecil si anak dijadikan wadah curhat si Ibu terhadap suaminya (ayah si anak). Pada akhirnya si anak hanya akan membanding-bandingkan sosok ayahnya dengan ayah-ayah lain. Begitupula saat mereka beranjak remaja, kemungkinan ia akan bersama sang Ibu kemanapun Ibunya pergi karena kurang ajakan sang Ayah. Misalnya saja, anak lelaki lebih sering menemani ibunya ke salon ke timbang mengotak-atik sepeda bersama ayahnya. Kurangnya interaksi dengan ayah membuat anak tidak memiliki model identifikasi untuk menjadi lelaki seperti yang diharapkan orangtua mengenai bagaimana ia berperilaku, bersikap dan merasa sebagai laki-laki.
Anak Perempuan Kurang Kasih Sayang Ayah
Dalam beberapa survey, banyak sekali anak perempuan yang kekurangan pengasuhan sang Ayah. Ayah biasanya pergi subuh dan menitipkan uang jajan pada Ibu untuk anaknya, ia pergi bekerja dan pulang saat malam hari. Banyak Ayah yang mengira tugasnya hanyalah sebatas mencari dan memberi nafkah pada keluarga kemudian lepas tangan pada pengasuhan anak. Kurangnya kasih sayang dari Ayah pada anak perempuan bisa menyebabkan mereka mencari sosok menyenangkan dari orang lain. Tidak sedikit anak perempuan yang merasa lebih nyaman mendapat kasih sayang dari teman atau sosok lain. Tak mengapa jika orang tersebut tidak bermasalah/baik, lalu bagaimana jika yang mendekati anak-anak perempuan Anda adalah mereka yang mencoba mendekatinya secara seksual. Bisa ditebak apa yang akan terjadi pada si anak.
Menurut beberapa penelitian, kurangnya peran Ayah dalam pengasuhan anak dapat menjadikan anak laki-laki menjadi nakal, agresif, menggunakan narkoba dan ujungnya berperilaku seks bebas. Sementara pada anak perempuan akan berdampak depresi dan selanjutnya berperilaku seks bebas.
Kurangnya Pemahaman AGAMA
Anak-anak di bawah umur saat ini sudah memiliki gadget seperti smartphone, tablet dan komputer. Tak heran karena umumnya banyak orangtua yang belum memahami seluk beluk penggunaan gadget dan dampak negatifnya. Anak laki-laki menjadi sasaran utama dari pornografi dan narkoba, karena otak kanan laki-laki lebih fokus di mana memiliki hormone testosterone atau hormone seks lebih banyak, serta organ kemaluan yang letaknya di luar lebih mudah distimulasi. Akibatnya anak laki-laki sangat mudah kecanduan pornografi dan narkoba. Akses pornografi dari gadget bisa membuat orangtua hilang kendali atas semua ini. Anak laki-laki jaman sekarang sudah akil baligh di usia 11-13. Kenapa? Karena gizinya baik disertai rangsangan seks dari berbagai media yang tak bisa dibendung.
Anak Terpapar PORNOGRAFI
Semua berawal dari gadget, dari koneksi situs dan aplikasi yang mengandung info dan unsur pornografi. Sementara anak usia dini dengan mudah bsia mendapatkannya tanpa pengawasan yang ketat. Pada akhirnya orangtua hanya dijadikan sosok penegak hukum yang di depannya anak menjadi pribadi berbeda dengan aslinya saat di pergaulan dengan teman-temannya.
Ponografi masuk melalui mata, kemudian diolah di otak dan dianggap sebagai sebuah kesenangan yang merangsang produksi hormone dopamine (menimbulkan rasa nyaman) dan menyebabkan ketagihan serta mendorong peniruan atau perilaku seks. Lebih bahaya lagi jika orangtua santai saja, merasa aman-aman saja dengan gadget dan segala fasilitas yang diberikan kepada anak.
Pornografi kini tak hanya memperlihatkan perilaku heteroseksual tetapi juga perilaku LGBT. Rangsangan demi rangsangan berujung pada penasaran. Bukan hal yang tidak mungkin anak akan meniru aktivitas seksual baik heteroseksual maupun LGBT.