Moehammad Yamin – Tokoh Dibalik Lahirnya Sumpah Pemuda

mohamad-yaminHari Sumpah Pemuda, diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Sejarah mencatatkan bahwa Sumpah Pemuda menjadi tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, sumpah ini dianggap sebagai kristalisasi semangat dalam menegaskan cita-cita berdirinya Negara Indonesia yang merdeka. Naskah atau teks Sumpah Pemuda ditulis oleh Moehammad Yamin pada secarik kertas dan disetujui oleh Sugondo Sjojopuspito yang menjabat sebagai ketua Kongres kedua pada saat itu, Sumpah Pemuda dibacakan oleh Sugondo dan dijelaskan dengan panjang lebar oleh Yamin.

Moehammad Yamin juga dikenal sebagai seorang sastrawan Indonesia, beliau lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat tanggal 23 Agustus 1903 dan menikah dengan Raden Ajeng Sundari Mertoatmodjo. Di zaman penjajahan, ia termasuk segelintir orang yang beruntung karena dapat menikmati pendidikan menengah dan tinggi hingga sempat menyerap kesusastraan asing, khususnya kesusastraan Belanda. Yamin menerima konsep sastra Barat dan memadukannya dengan gagasan budaya yang nasionalis.

Moehammad Yamin mengeyam pendidikan di beberapa sekolah seperti Hollands Inlands School (HIS) di Palembang, tercatat sebagai peserta kursus di Lembaga Pendidikan Peternakan dan Pertanian di Cisarua, Bogor, Algemene Middlebare School (AMS) atau Sekolah Menengah Umum di Yogya dan HIS, Jakarta. Pendidikannya di AMS yang ditempuhnya selama 5 tahun merupakan bekalnya untuk melanjutkan sekolah kesusastraan Timur di Leiden, Eropa. Ia mempelajari berbagai bahasa saat sekolah di AMS seperti bahasa Yunani, Latin, Kaei dan sejarah kepurbakalaan. Hanya dalam kurun waktu 3 tahun saja ia bisa menguasai keempat mata pelajaran tersebut, sungguh sebuah prestasi yang membanggakan dan langka.

Setamatnya di AMS, cita-cita Yamin untuk belajar kesusastraan di Leiden pupus karena sebelum keberangkatannya ia menerima kabar melalui telegram yang memberitahukan bahwa ayahnya meninggal dunia. CIta-citanya kandas karena uang peninggalan ayahnya hanya cukup untuk belajar di Leiden selama 5 tahun saja, sedangkan untuk sampai tamat sekolah ia butuh waktu hingga 7 tahun. Meskipun demikian, kegagalannya melanjutkan studi ke Leiden tidak membuatnya putus sekolah, ia memutuskan melanjutkan sekolah tingginya di Recht Hogeschool (RHS) di Jakarta dan berhasil mendapatkan gelar Messter in de Rechten atau Sarjana Hukum pada tahun 1932.

Selama kuliah, Yamin telah banyak berkecimpung dalam berbagai organisasi. Ia bahkan pernah menjabat sebagai pemimpin dalam organisasi-organisasi tersebut seperti Yong Sumatramen Bond atau Organisasi Pemuda Sumatera (tahun 1926-1928). Ia juga aktif dalam Kongres Pemuda II (28 Oktober 1928) dan Partindo (tahun 1932-1938).

kongres pemuda

Pada tahun 1938-1942, Moehammad Yamin tercatat sebagai anggota Pertindo yang merangkap sebagai Dewan Perwakilan Rakyat. Jabatan-jabatan lain yang pernah dipangku olehnya dalam pemerintahan di antaranya adalah Menteri Kehakiman (1951), Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (1953-1955), Ketua Dewan Perancang Nasional (1962) dan Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961-1962).

Pada tahun 1928, Moehammad Yamin menerbitkan kumpulan sajaknya yang berjudul “Indonesia, Tumpah Darahku”. Penerbitan ini bertepatan dengan Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda. Kebesaran sejarah berbagai kerajaan dan suku bangsa di Nusantara dan seperti kerajaan Mahapahit, Sriwijaya dan Pasai terlukis di dalam sajak-sajak yang dibuatnya. Dengan lahirnya Sumpah Pemuda, kesadaran nasional semakin meningkat dan organisasi-organisasi pemuda yang berasaskan kedaerahan mulai mengubah haluannya ke arah nasionalis.

teks sumpah pemuda

Pada tanggal 17 Oktober 1962, di usianya yang menginjak 59 tahun Moehammad Yamin tutup usia. Selain banyak menulis sajak, ia juga banyak menaruh minat pada sejarah terutama sejarah Nasional. Baginya sejarah adalah salah satu cara dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia Raya. Dengan fantasi seorang pengarang roman dan dengan bahasa yang liris, ia pun menulis Gadjah Mada (1946) dan Pangeran Diponegoro (1950). Ia banyak pula menerjemahkan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia, antara lain karya sastrawan Inggris William Shakespeare (1564–1616) berjudul Julius Caesar (1952) dan dari pengarang India Rabindranath Tagore (1861–1941) berjudul Menantikan Surat dari Raja dan Di Dalam dan Di Luar Lingkungan Rumah Tangga.