Tips Melindungi Anak dari Ancaman Virus LGBT Yang Kian Mengkhawatirkan
LGBT (Lesbian, Gay / Homo, Bisexsual dan Transgender), kian hari makin marak dan tak terbendung penyebarannya. Orang-orang yang tergabung dalam komunitas ini aktivitasnya makin massif dan sangat mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, melalui jejaring sosial dan buku-buku cerita anak mereka mulai menyebarkan sejumlah gambar, video, puisi hingga cerpen yang berisi adegan tak senonoh. Menyedihkannya lagi, perilaku menyimpang tersebut kini tak lagi menyasar kalangan dewasa, tetapi anak-anak dan remaja yang masih berada di usia sekolah, parahnya menyasar anak TK/SD.
Menurut data yang dihimpun dari Hidayatullah.com, pada Oktober 2009 MAPANZA UNAIR mengadakan seminar berkedok AIDS dan NAPZA dengan mengundang pemuda homo yang ditunjuk GAYa Nusantara sebagai salah satu pembicara. Bahkan, pada 15 Mei 2013 lalu Fakultas Ilmu Budaya Unair dipilih untuk lokasi Pembukaan Peringatan International Day Against Homophobia & Transphobia (IDAHOT) 2013. Dua tahun berikutnya, tepatnya 5-7 Juni 2015 kembali FISIP Unair menggelar festival film bertema homoseksual, biseksual dan transgender. Yang paling anyar dan menghebohkan adalah munculnya lembaga konseling Support Group and Resource Center on Sexuality Studies (SGRC) di Universitas Indonesia (UI).
Ketika negara abai dalam melindungi moral anak bangsa, keluarga adalah satu-satunya benteng terakhir untuk menyelamatkan generasi dari perilaku seks menyimpang yang digembar-gemborkan kaum LGBT. Orangtua adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam menjaga dan mengarahkan akhlak putra putrinya. Bukan hal yang tidak mungkin, maraknya perilaku LGBT ini salah satu faktornya adalah kesalahan dan ketidaktahuan orangtua dalam mengarahkan kecenderungan orientasi seksual anak, yang pada akhirnya berakibat pada penyimpangan sekual saat anak dewasa. Itulah mengapa saat ini sangat penting memberikan pendidikan seks sejak dini. Di antara pokok-pokok pendidikan seks yang perlu diterapkan dan diajarkan orangtua kepada anak sejak dini di antaranya:
Mengenalkan batasan aurat
Aurat adalah bagian dari anggota tubuh yang harus ditutupi dan tidak boleh diperlihatkan kepada siapapun, kecuali mahramnya. Agama Islam menjelaskan bahwa batas aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut, sedangkan batas aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Dengan alasan apapun (kecuali yang dibenarkan syara) aurat ini tidk boleh diperlihatkan apalagi dipertontonkan atas nama seni dan hiburan.
Sebagai orangtua, kita harus mampu mengemukakan pada anak agar dapat menjaga dan memelihara bagian tubuhnya yang penting (alat vitasl) dari gangguan siapapun. Ajarkan anak juga untuk tidak membiarkan bagian tubuhnya seperti bibir, dada, paha, dan kemaluannya dipegang dan diraba oleh orang lain, apabila hal ini terjadi maka mintalah anak untuk menghindar dan melawan untuk keselamatan dirinya, jangan lupa juga untuk selalu menceritakan apa yang sudah mereka alami kepada orangtuanya.
Mengenalkan siapa mahramnya
Tidak semua perempuan boleh dinikahi setiap laki-laki. Siapa saja perempuan yang diharamkan dan yang dihalalkan telah ditentukan oleh syariat Islam. Apabila hal ini sudah ditanamkan sejak dini maka anak akan risih dan tidak nyaman sekiranya ada orang asing yang mendekati dirinya apalagi sampai melakukan sesuatu yang tidak diinginkan. Selain itu, dapat pula diketahui dengan tegas bahwa Islam mengharamkan incest, yaitu pernikahan yang dilakukan antar saudara kandung atau mahramnya.
Menanamkan rasa malu sejak dini
Rasa malu sangatlah penting untuk ditanamkan kepada anak sejak dini, jangan membiasakan anak-anak bertelanjang bulat di hadapan orang lain meskipun masih kecil. Seperti ketika berganti pakaian, keluar dari kamar mandi, dan sebagainya. Usahakan untuk melakukan hal tersebut di tempat tertutup dan pastikan Anda membiasakan mereka memakai baju ganti setelah mandi sebelum keluar kamar mandi.
Menanamkan rasa malu pada anak akan membantu mereka dalam menjaga dan memelihara kehormatannya. Anak yang sudah memahami hal ini, tentunya tidak akan BAB atau BAK sembarangan di tempat terbuka, atau hanya sekedar berganti pakaian di depan publik. Meskipun berada di dalam rumah, anak perempuan dan anak laki-laki hendaknya tetap memakai pakaian yang sopan, hindari hanya memakai celana pendek atau popok saja pada anak, begitupun dengan rok mini maupun tanktop dan sejenisnya untuk anak perempuan. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi terjadinya kejahatan seksual yang berasal dari kalangan keluarga terdekat.
Menanamkan jiwa maskulinitas dan feminitas
Allah SWT menciptakan manusia dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, yang secara fisik maupun psikis mempunyai perbedaan mendasar. Agama Islam memberikan tuntunan agar masing-masing perbedaan yang ada tetap terjaga sesuai fitrah. Islam menghendaki agar laki-laki memiliki kepribadian maskulin dan perempuan memiliki kepribadian feminim.
Anak harus dibiasakan untuk berpakaian dan bermain sesuai dengan jenis kelaminnya sejak dini, jangan pernah sekalipun orangtua membiarkan anak laki-lakinya bermain boneka, atau anak perempuannya bermain bola, misalnya. Dengan aturan yang jelas dan tegas, anak diharapkan akan mengerti tentang eksistensi jenis kelaminnya yang akan tampil sesuai dengan identitasnya.
Memisahkan tempat tidur
Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Suruhlah anak-anakmu shalat pada usia 7 tahun, dan pukullah mereka pada usia 10 tahun dan pisahkan mereka di tempat tidur.” (HR. Abu Dawud)
Rentang usia 7-10 tahun merupakan momen saat anak mengalami perkembangan yang pesat. Anak-anak mulai melakukan eksplorasi ke dunia luar, mereka tidak hanya berpikir tentang dirinya, tetapi juga mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya. Pemisahan tempat tidur merupakan upaya untuk menanamkan kesadaran anak tentang eksistensi dirinya. Jika pemisahan tempat tidur dilakukan antara dirinya dan orangtuanya, setidaknya anak telah dilatih untuk berani mandiri.
Jika pemisahan tempat tidur dilakukan dengan saudaranya yang berbeda jenis kelamin, secara langsung ia telah ditumbuhkan kesadarannya tentang eksistensi perbedaan jenis kelamin. Jika pemisahan tempat tidur dilakukan terhadap anak dengan saudaranya yang sama jenis kelamin, hal ini bertujuan untuk menghindari perilaku seksual menyimpang (LGBT) dikemudian hari.
Mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu)
Ada tiga waktu yang tidak diperbolehkan bagi anak-anak untuk memasuki ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu, di antaranya sebelum shalat subuh, tengah hari, dan setelah shalat isya sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Quran surah An Nur: 58 & 59. Aturan ini ditetapkan mengingat di antara ketiga waktu tersebut merupakan waktu ketika badan atau aurat orang dewasa banyak terbuka. Jika pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak, ia akan menjadi anak yang memiliki sikap sopan-santun dan etika yang luhur.
Mendidik etika berhias
Berhias adalah fitrah manusia, jika tidak diatur secara islami, akan menjerumuskan seseorang pada perbuatan dosa. Berhias berarti usaha untuk memperindah atau mempercantik diri agar berpenampilan menawan. Berhias tidak hanya monopoli kaum hawa saja, kaum adam pun adakalanya suka berhias. Hanya saja berhiasnya laki-laki tentu tidak boleh menyerupai berhiasnya perempuan, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, sejak dini anak harus diajarkan dandanan mana saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Ihtilam dan haid
Ihtilam dan haid adalah suatu pertanda bahwa anak mulai memasuki usia baligh. Mengenalkan anak tentang ihtilam dan haid tidak hanya sekadar untuk bisa memahami anak dari pendekatan fisiologis dan psikologis semata. Yang paling penting, harus ditekankan pada anak bahwa haid dan ihtilam ini telah menjadikan mereka muslim dan muslimah dewasa yang wajib terikat pada semua ketentuan syariah.
Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata (ghadul bashar)
Tertarik dengan lawan jenis merupakan salah satu manifestasi/penampakan dari adanya gharizah nau’ (naluri mempertahankan jenis) pada diri manusia. Naluri ini muncul melalui pandangan, bila dibiarkan bebas lepas tanpa kendali, bukan hal yang tidak mungkin jika nantinya anak akan melihat sesuatu yang diharamkan yang berakibat pada perilaku sesksual menyimpang.
“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki. Jangan pula perempuan melihat aurat perempuan. Janganlah seorang laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu selimut. Jangan pula perempuan tidur dengan perempuan dalam satu selimut.” (HR. Muslim)
Mendidik anak agar tidak ikhtilat dan khalwat
Ikhtilat adalah bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan bukan mahram tanpa adanya keperluan yang diperbolehkan syara. Khalwat adalah jika seorang laki-laki dan wanita bukan mahramnya berada di suatu tempat sepi, hanya berdua saja. Ikhtilat maupun khalwat keduanya merupakan perantara bagi terjadinya perbuatan zina. Anak laki-laki sebaiknya bermain dengan anak laki-laki, demikian pula anak perempuan hendaknya bermain dengan sesama perempuan saja. Hal ini bertujuan agar anak laki-laki tumbuh dengan jiwa maskulinitasnya, dan anak perempuan tumbuh dengan sifat feminitasnya.
Itulah beberapa hal pokok terkait pendidikan seks yang perlu ditanamkan sejak dini pada anak untuk menangkal penyebaran virus LGBT. Pendidikan seks sejak dini ini diharapkan akan mampu mengarahkan mereka untuk bertanggung jawab atas hidupnya sebagai hamba Allah yang taat dan mampu mempertahankan diri dari segala godaan yang menyesatkan.